Lebih Banyak Bersyukur untuk Naik Level Lebih Tinggi

Selama sepekan kemarin tumben ada dua teman yang tiba-tiba memulai chating lewat facebook saat jam kerja (wah buka kartu,, :D). Mereka juga orang kantoran seperti saya, salah satunya satu instansi cuma dia di propinsi sebelah. Keduanya curcol hal yang berbeda tapi menurut saya intinya adalah sama, lagi-lagi tentang belajar bersyukur.

Saya awalnya agak “nggondhuk” karena merasa mereka salah sasaran curhat. Mereka cerita tentang jauhnya mereka dari keluarga. Yang satu cerita kalau dia setiap bulan harus pulang nengok istrinya di kampung naik kereta api dengan ongkos 600 ribu rupiah. Yang satunya lagi manten anyar di mana istrinya tidak pernah merantau sementara di perantauan sekarang tidak ada sanak saudara satu pun.

Dan, mengapa saya tadinya nggondhuk? Karena saya yang alhamdulillah sedang punya permasalahan yang lebih kompleks, bahkan gabungan dari masalah kedua teman ini dan mungkin lebih, selama ini tidak sampai hati bercerita pada orang lain. Saya ingin terlihat dan benar-benar merasa ikhlas atas segala “ujian” ini.

Proses chatingan itu seingat saya malah menjadi gabungan antara menyombongkan masalah masing-masing dan semacam jasa konsultasi kerumahtanggaan. Dan saya jadi menyadari bahwa saya begitu banyak berubah, menjadi begitu berbeda dari teman-teman di sekitar, di lingkungan saya (eh sebenarnya saya menyadari dan memang ingin jadi berbeda ding, :v). Bahkan saya bisa memberikan nasehat-nasehat pad teman yang notabene usianya lebih tua. Dan saya pun tiba-tiba merasa sangat tua. Errrr….

Alhamdulillah Allah mengingatkan kita untuk bersyukur, tak bosan-bosannya. Dari chatingan kemarin saja Allah mengingatkan kami bertiga. Si A diingatkan bahwa walaupun di perantauan, dia masih ada istri yang mendampingi, dia bisa melihat saya yang tidak bisa mendampingi suami setiap saat, alhamdulillah kalau saya jadi alasan dia bersyukur. Si B diingatkan walaupun dia harus pulang sebulan sekali, ongkosnya masih tergolong murah daripada suami saya yang harus mengeluarkan hampir 10 kali lipat ongkosnya untuk pulang kampung, alhamdulillah kalau saya jadi alasan dia bersyukur.

Dan alhamdulillah saya juga disadarkan bahwa ujian yang selama ini saya tempuh tidak sia-sia. Begitu banyak pelajaran yang Allah ajarkan pada saya walaupun saya “belum cukup umur”, sehingga di umur ini saya sudah bisa banyak bercerita berbagi pengalaman yang bisa menjadi nasehat untuk beberapa orang.

Setiap orang memiliki ujiannya masing-masing, mungkin kita masih bisa diceritai tentang masalah mereka, tapi kita tidak bisa merasakan 100% sama dengan perasaan yang mereka alami saat itu. Kita hanya bisa memberikan nasehat ini itu yang mungkin adalah pengalaman yang pernah kita alami sebelumnya, atau memberikan kalimat motivasi dan mengambil pelajaran dari cerita mereka bila kita belum pernah mengalaminya.

Dan di usia saya yang menjelang seperempat abad ini, alhamdulillah saya bisa memberikan beberapa nasehat yang mungkin akan terucap dari orang tua berumur 40 tahun. Alhamdulillah saya mengerjakan ujian begitu dini dan seperti dirapel seperti ini, sehingga insya Allah saya akan naik level dengan lebih cepat juga. 🙂

Alhamdulillah, entah berapa kata “alhamdulillah” dalam postingan kali ini. 🙂

— Prima